Senin, 23 Agustus 2010

Menjaga Sejarah Kepahlawanan


Oleh : Hatta Syamsuddin, Lc.

    Indonesia kita adalah negeri yang bertaburan para pahlawan. Setiap jengkal tanahnya menyimpan bekas kucuran darah, keringat dan air mata para pahlawan. Namun entah mengapa setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, setelah tak ada lagi wajah-wajah asing yang berkeliaran memanggul senjata di pelosok-pelosok negeri ini, tiba-tiba saja kita kesusahan untuk menemukan para pahlawan. Kita kesulitan untuk menyebut seseorang itu pahlawan atau bukan. Indonesia kita kesulitan mencari para pahlawan. Mengapa demikian ?
Kesulitan menentukan siapa saja para pahlawan adalah sebuah masalah tersendiri. Permasalahannya, yang sering tergambar dalam benak kita adalah sosok penuh ketenaran yang berjuang dengan dedikasi tinggi membela rakyat, bangsa, dan negara. Bayangan yang langsung muncul adalah sosok Pangeran Diponegoro, Bung Tomo, atau Sultan Hassanuddin.
    Jika benar, ini berarti memang membutuhkan syarat yang banyak untuk menjadi seorang pahlawan. Pertama, setidaknya dia harus dikenal dan karismatis. Selanjutnya, ia mempunyai prestasi besar yang mengubah jalannya sejarah. Jika kriteria ini yang kita pakai, maka jangan berharap kita akan menemukan kembali para pahlawan itu di masa kini, era reformasi. Terlalu banyak sosok yang dikenal saat ini, namun prestasinya tak lebih dari sekedar mewarnai pemberitaan media massa negeri ini, bukan mewarnai sejarah apalagi mengubahnya. Sebut saja nama-nama besar dari mulai pejabat, tokoh bangsa, atau aktifis mahasiswa sekalipun, manakah diantara mereka yang prestasinya bisa setara dengan para pahlawan jaman perjuangan ? Jangan-jangan, negeri kita ini memang sudah tidak produktif lagi mencetak para pahlawan ?
    Ada sebuah jawaban yang ingin saya tawarkan pada Anda. Mencari para pahlawan adalah bukan pekerjaan yang bisa menyelesaikan permasalahan bangsa kita ini. Bahkan sekalipun benar bahwa para pahlawan itu ada, tanyalah pada diri mereka apakah mereka terlahir untuk dikenang orang dan disebut sebagai pahlawan. Tanyakan pada para pahlawan yang kita kenal, apakah semua prestasi dan kerja besarnya didekasikan hanya untuk disebut dengan gelar pahlawan ?
Jawabnya, Kalla ballaa. tidak sekali sekali tidak. Banyak diantara mereka masih merasa menjadi orang biasa-biasa saja, hingga puluhan tahun terlewat barulah gelar pahlawan itu tersemat disamping namanya. Ini berarti, yang disebut-sebut banyak orang sebagai pahlawan bukanlah karena sosoknya, namun karena kerja-kerja kepahlawanannya. Tidak penting ia dari mana dan seperti apa bentuknya, apa saja deretan gelarnya, namun yang penting adalah sudahkah ia menuai prestasi bagi bangsa ini. Singkatnya, gelar pahlawan sangat debatable.Namun kerja-kerja kepahlawanan, hampir semua orang dengan serta merta akan mengakuinya.
Jadi, tak perlu susah-susah mencari para pahlawan. Karena pahlawan bukanlah siapa tapi apa pekerjaannya ? apa saja prestasinya ? Tugas kita sekarang bukan lagi menjadi pahlawan, namun menjaga sejarah kepahlawanan mereka. Ini berarti kita harus meneruskan kerja-kerja mereka, namun kali ini tanpa diiringi dengan embel-embel sebagai pahlawan. Siapapun kita dan dimanapun posisi kita. Para pelajar, mahasiswa harus menghargai sejarah kepahlawanan bangsa ini. Ini artinya, kerja-kerja kita haruslah membangun bangsa ini, lewat karya intelektual, usulan dan gagasan ilmiah. Bukan sebaliknya, menodainya dengan tawuran brutal atau aksi hedonis di mall-mall dan kebebasan yang keblabasan.
    Indonesia kita sekarang lebih membutuhkan kerja-kerja kepahlawanan dari pada sosok-sosok pahlawan. Kita membutuhkan semangat kepahlawanan dari pada pahlawan itu sendiri. Biarkan saja para pahlawan itu muncul dengan sendirinya ataupun dinobatkan banyak orang, itu bukan urusan kita. Yang terpenting bagi kita saat ini adalah, setiap kita mempunyai kerja-kerja kepahlawanan. Jika dulu mengusir penjajah, maka sekarang menolak setiap bentuk penjajahan dan infiltrasi asing. Jika dulu memakai bambu runcing, pedang, dan senjata api, maka saat ini biarkan akal kita berkerut, lidah kita bicara dan pena kita menuangkannya, kemudian tangan dan kaki kita menjalankannya sepenuh rasa. .Masih teramat banyak kerja-kerja kepahlawanan menunggu kita.Wallahu A'lam bisshowab.
*sumber :  www.eramuslim.com (dengan sedikit perubahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar