“Hidup ini terus berjalan, maka muliakan orang tuamu dengannya. Terlebih ibumu yang telah mengandung dan menyusuimu” (Abu A’la Al Ma’riy)
Sepi adalah jenak waktu yang tentu saja tak memberi rasa nyaman. Apalagi kita tak bisa tahu kapan ia akan berakhir. Dan seorang ibu adalah sosok yang mungkin sangat sering mengalami itu dalam hidupnya, meski mungkin kita sebagai anaknya kadang tak menyadari.
Harus kita akui bahwa kita memang seringkali lupa akan keadaan ibu dan ayah yang ada di rumah. Apakah kita pernah merisaukan kabar dari orang tua kita? Risau, apakah orang tua kita sudah makan atau belum? khawatir, apakah orang tua kita sudah bahagia atau belum? Rasanya jarang. Padahal boleh jadi dia sedang dalam dekapan rasa sepi.
Disini, mari sejenak kita coba renungkan lagi. Bicara soal keadaan orang tua. Soal rasa sepi yang seringkali menerpa hidupnya. Saat kita masih punya kesempatan untuk membalas budi mereka, melakukan yang terbaik untuknya. Untuk ibu yang pengorbanannya tak terhingga. Agar jangan ada kata “menyesal” dikemudian hari.Rasa sepi ketika sendiri membesarkan anak-anaknya
Cinta seorang ibu kepada anaknya adalah cinta yang tak terbatas. Meskipun kadang cinta itu tak terbalas.atas nama cinta, apapun akan ia jalani asal kebutuhan anaknya terpenuhi. Apapun akan diusahakan, asal keinginan anaknya terwujud. Apapun akan ia lakukan asal anaknya bisa sukses dan berhasil.itulah energi cinta seorang ibu.
Energi itu begitu kuat. Tak jarang, seorang ibu kemudian harus melakukan semua itu sendiri. Tanpa kehadiran suami ang menemani, karena dipisahkan oleh ajal, misalnya, atau oleh sebab yang lain. Berat itu pasti. Tapi cintanya yang besar akan mengalahkan semua kesulitan dan rintangan.tekadnya yang sedemikian besar terbangun, sehingga lahirlah anak-anak yang sukses dalam hidup dan akrirnya, berkat sentuhan cinta dan pengorbanannya, meski semua dilakukannya berselimut derita dan rasa sepi.
Rasa sepi ketika ditinggal anak-anaknya merantau
Setiap anak pada akhirnya akan menentukan pilihan hidupnya masing-masing. Dan karena itu, maka terkadang kita terpaksa meninggalkan kedua orang tua untuk mencoba melepaskan diri dari ketergantungan terhadap mereka. Ketika beranjak dewasa, kita pergi merantau kemana saja, untuk tujuan apapun; menuntut ilmu, mencari rezeki, mengadu nasib, dan sebagainya.
Berawal dari sini rasa sepi pun muncul di relung hati seorang ibu. Anak yang sedari kecil diasuh penuh cinta, ditimang-timangdan dibesarkan, pergi jauh dari sisinya. Tak sanggup ia melarang, karena hidup memang harus berubah dan berkembang.ia lalu merelakan anaknya pergi merantau.
Rasa sepi ketika anak-anaknya telah sukses dan mandiri
Merantau mungkin pada awalnya hanya untuk menimba ilmu dan pemgalaman. Tapi seringkali di kampung atau negeri orang, kita akhirnya menemukan kehidupan baru yang membuat kita harus bertahan entah itu pekerjaan, profesi, atau yang lainnya.
Keberhasilan dan kesuksesan tentu selalu memberi perubahan, seperti perubahan pada keadaan kita yang sudah mampu hidup mandiri. Namun ibu yang mengantarkan kita pada keberhasilan itu tetap dalam keadaan yang dulu. Tak ada perubahan, kecuali fisiknya yang kian lemah dan kulitnya yang semakin keriput. sepi yang dulu ia rasakan, kini pun tak jauh beda. Bahkan mungkin semakin bertambah, karena kita semakin jarang mengunjunginya.
Rasa sepi ketika anak mengalami kekeringan spiritual
Selain kesuksesan dan keberhasilan, seorang ibu sangatlah ingin anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi shalih dan shalihah, berbakti dan berakhlak mulia, hidup rukun satu sama lain. Itulah yang paling membahagiakan orang tua. Tak ada yang paling menyenangkan hatinya selain melihat mereka tumbuh dalam ketaatan kepada Allah swt. Terlebih ketika mereka telah berada di usia yang semakin senja; selalu ada harapan agar dalam doa dan munajat anak-anaknya, memohonkan ampun untuk dirinya.
Rasa sepi yang paling dahsyat akan dirasakan seorang ibu ketika ia tak menemukan keshalihan pada diri anak-anaknya. Saat beribadah tak ada yang menemani. Ketika berdoa tak ada yang megamini. Dikala sakit tak ada yang mendoakan. Akhir hidupnya dihantui rasa takut akan kegagalan menuai pahala dari anak-anaknya.
Rasa sepi ketika anak tak memahami bahasa hati seorang ibu
Karena kita dan orang tua kita ditakdirkan lahir digenerasi yang berbeda, menghuni zaman yang tak serupa, mengalami perubahan-perubahan budaya yang tak sama, terkadang memunculkan perbedaan-perbedaan yang membuat komunikasi orang tua dengan anak tak sepaham, kehendak yang tak seiring, dan pikiran yang tak sejalan. kondisi seperti ini seringkali mewarisi rasa sepi dikehidupan orang tua. Bukan karena mereka ditinggalkan, tapi karena ada keinginan yang tak dapat dipahami oleh anaknya.
Sejenak mari kita bicara tentang keadaan ibu. Merenungkan rasa sepi yang ia derita karena memahami keinginan anak-anaknya. Sekali lagi, mari bicara tentang keadaan ini, agar suatu saat nanti kita tak menyesali sikap acuh kita; ketika rasa sepi telah merenggut segalanya. (by: ukhayah, sumber: majalah tarbawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar